KABAG Ops Polres Lhokseumawe AKP Prasetyo menenangkan seorang warga Myanmar yang menangis sesaat sebelum dipindahkan ke rumah detensi Tanjung Pinang Kepulauan Riau, Rabu (22/2) |
LHOKSEUMAWE - Ibarat paduan suara, ke-53 migran Myanmar yang selama ini
ditampung di bekas gedung Kantor Imigrasi Punteut, Kecamatan
Blangmangat, Kota Lhokseumawe, menangis serempak, Rabu (22/2) pagi.
Malah ada yang muntah sambil meronta-ronta. Mereka tampak tak rela
dibawa menjauh dari tanah Aceh.
Fragmen duka itulah yang terlihat kemarin saat 53 “manusia perahu” asal Myanmar dipindahkan dari penampungan sementara di kawasan Punteut Lhokseumawe ke Rumah Detensi Imigrasi di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Mereka diangkut naik dua bus Pelangi di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian, TNI, dan petugas Imigrasi Lhokseumawe.
Migran Myanmar yang semula berjumlah 55 orang itu mulai ditampung di kantor tersebut sejak 1 Februari 2011 setelah nelayan Bluka Teubai, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, menemukan mereka hanyut kemudian terdampar di perairan setempat. Namun, dua di antaranya lari dari tempat penampungan. Muhammad Nizam kabur pada 8 Februari tengah malam, disusul Karimullah pada 15 Februari 2012 malam.
Amatan Serambi pagi kemarin, di penampungan sementara yang berjarak 13 kilometer dari Kota Lhokseumawe itu, para warga Myanmar diberi baju seragam kuning plus kartu identitas yang digantungkan di leher masing-masing. Sebelum diberangkatkan, mereka disuruh duduk dua baris memanjang saling berhadapan di bekas kantor imigrasi itu.
Suara tangis mendadak pecah ketika dua Bus Pelangi memasuki pekarangan kantor imigrasi siap untuk mengangkut mereka. Sambil tetap menangis, para migran itu menadahkan kedua tangannya, seperti orang berdoa. Suasana mengharu biru. Bahkan mata Irawan, Kasi Wasdaki Imigrasi Kelas IIA Kantor Lhokseumawe yang berada di ruangan itu, berkaca-kaca. Demikian pula mata staf International Organization for Migration (IOM) dan dan Kabag Ops Polres Lhokseumawe, AKP Prasetyo. Semua mereka terharu melihat 53 warga Myanamr itu menangis tersedu sedan menjelang dibawa ke bus.
Bahkan ketika petugas imigrasi membawa mereka satu per satu ke luar ruangan untuk masuk bus, seorang di antaranya meronta-ronta sampai muntah-muntah dalam tangisnya.
Mereka memeluk erat petugas imigrasi, maupun staf IOM yang berada di ruangan itu saat mereka hendak naik dua bus. Meski sudah berada di dalam bus, warga Myanmar itu masih saja menangis terisak-isak.
Kemudian, setelah semuanya masuk, bus itu pun melaju ke arah Sumatera Utara untuk seterusnya ke Kepulauan Riau. Dikawal oleh sepuluh polisi, dua TNI, sembilan petugas imigrasi, dan seorang tenaga medis.
Sebagaimana diberitakan terdahulu, nelayan Bluka Teubai, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara menemukan 55 warga negara Myanmar hanyut dan kemudian terdampar di perairan setempat, Rabu (1/2) sekitar pukul 11.00 WIB. Manusia perahu itu mengaku lari dari negara mereka untuk menghindari imbas dari kecamuk perang.
Fragmen duka itulah yang terlihat kemarin saat 53 “manusia perahu” asal Myanmar dipindahkan dari penampungan sementara di kawasan Punteut Lhokseumawe ke Rumah Detensi Imigrasi di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Mereka diangkut naik dua bus Pelangi di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian, TNI, dan petugas Imigrasi Lhokseumawe.
Migran Myanmar yang semula berjumlah 55 orang itu mulai ditampung di kantor tersebut sejak 1 Februari 2011 setelah nelayan Bluka Teubai, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, menemukan mereka hanyut kemudian terdampar di perairan setempat. Namun, dua di antaranya lari dari tempat penampungan. Muhammad Nizam kabur pada 8 Februari tengah malam, disusul Karimullah pada 15 Februari 2012 malam.
Amatan Serambi pagi kemarin, di penampungan sementara yang berjarak 13 kilometer dari Kota Lhokseumawe itu, para warga Myanmar diberi baju seragam kuning plus kartu identitas yang digantungkan di leher masing-masing. Sebelum diberangkatkan, mereka disuruh duduk dua baris memanjang saling berhadapan di bekas kantor imigrasi itu.
Suara tangis mendadak pecah ketika dua Bus Pelangi memasuki pekarangan kantor imigrasi siap untuk mengangkut mereka. Sambil tetap menangis, para migran itu menadahkan kedua tangannya, seperti orang berdoa. Suasana mengharu biru. Bahkan mata Irawan, Kasi Wasdaki Imigrasi Kelas IIA Kantor Lhokseumawe yang berada di ruangan itu, berkaca-kaca. Demikian pula mata staf International Organization for Migration (IOM) dan dan Kabag Ops Polres Lhokseumawe, AKP Prasetyo. Semua mereka terharu melihat 53 warga Myanamr itu menangis tersedu sedan menjelang dibawa ke bus.
Bahkan ketika petugas imigrasi membawa mereka satu per satu ke luar ruangan untuk masuk bus, seorang di antaranya meronta-ronta sampai muntah-muntah dalam tangisnya.
Mereka memeluk erat petugas imigrasi, maupun staf IOM yang berada di ruangan itu saat mereka hendak naik dua bus. Meski sudah berada di dalam bus, warga Myanmar itu masih saja menangis terisak-isak.
Kemudian, setelah semuanya masuk, bus itu pun melaju ke arah Sumatera Utara untuk seterusnya ke Kepulauan Riau. Dikawal oleh sepuluh polisi, dua TNI, sembilan petugas imigrasi, dan seorang tenaga medis.
Sebagaimana diberitakan terdahulu, nelayan Bluka Teubai, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara menemukan 55 warga negara Myanmar hanyut dan kemudian terdampar di perairan setempat, Rabu (1/2) sekitar pukul 11.00 WIB. Manusia perahu itu mengaku lari dari negara mereka untuk menghindari imbas dari kecamuk perang.