Abdol-Hossein Sardari, kedua dari kanan. COURTESY OF FARIBORZ MOKHTARI |
*Sardari mempertaruhkan apapun demi menyelamatkan warga Yahudi
Namun, mungkin hanya sedikit yang pernah mendengar nama Abdol-Hossein Sardari -- seorang muslim asal Iran yang melakukan hal yang sama. Atas nama kemanusiaan.
Sardari, seorang diplomat Iran di Paris pada masa perang, mempertaruhkan segalanya, demi menyelamatkan nyawa ribuan Yahudi Iran. Sepak terjangnya dikisahkan dalam buku "The Lion's Shadow" karya Fariborz Mokhtari.
Seperti dimuat kantor berita BBC, Rabu 21 Desember 2011, apa yang dilakukan Sardari membuat ribuan Yahudi Iran dan keturunannya berutang nyawa.
Salah satunya, Eliane Senahi Conahim, yang baru berusia tujuh tahun saat ia melarikan diri dari Prancis bersama keluarganya -- ayahnya, George Senahi adalah pedagang tekstil kaya yang punya rumah besar di Montmorency, sekitar 25 kilometer dari ibukota Prancis, Paris.
Saat invasi Nazi, keluarga Senahi berniat melarikan diri ke Teheran, usaha yang gagal. Mereka akhirnya bersembunyi di sebuah pedesaan di Prancis, sebelum akhirnya terpaksa pergi ke Paris -- yang berada dalam cengkeraman penuh Gestapo -- tentara Nazi.
Abdol-Hossein Sardari, Iranian diplomat in 1940 |
"Saya ingat cara mereka berjalan dengan bot hitam. Hanya dengan melihat mereka saja sudah bisa membuat anak kecil seperti aku dulu, merinding," kata Conahim, dari rumahnya di California.
Seperti halnya warga Yahudi Iran di Prancis lainnya, mereka meminta bantuan misi diplomat Iran di Prancis. Conahim ingat, ayahnya selalu menceritakan, berkat Sardari, keluarganya bisa selamat.
Sardari memberikan keluarga Senahi paspor dan segala dokumen perjalanan yang dibutuhkan supaya bisa melewati Eropa dengan aman. "Setiap mencapai perbatasan, ayah saya selalu gemetaran. Namun ia adalah pria tangguh yang berhasil meyakinkan kami bahwa semua akan baik-baik saja," kenang Conahim, yang menyebut Sardari sebagai "Oskar Schindler bagi Yahudi Iran".
Dalam bukunya, Fariborz Mokhtari menggambarf Sardari sebagai sosok bujangan yang tahu cara bersenang-senang -- lalu tiba-tiba menemukan dirinya sebagai orang penting dalam misi diplomatik Iran, di awal Perang Dunia II.
Meski bersikap Netral, Iran punya hubungan baik dengan Jerman kala itu, apalagi setelah mesin propaganda Nazi mendeklarasikan Iran juga sebagai bangsa Arya. Kendati demikian, Yahudi Iran juga terancam.
Dengan pengaruh diplomatik serta para kenalannya di Jerman, Sardari berhasil meloloskan lebih dari 2.000 Yahudi Iran dari hukum keras Nazi dengan argumen, mereka tidak memiliki hubungan darah dengan Yahudi Eropa.
Ia membantu warga Iran, termasuk yang Yahudi kembali ke Teheran dengan cara mengeluarkan pasor jenis baru yang memungkinkan mereka bepergian melintasi Eropa -- ini terkait kebijakan rezim baru Iran pada 1925 yang mengenalkan paspor dan kartu identitas baru -- yang jelas tak dimiliki warga Iran yang tinggal di Eropa atau yang menikah dengan orang non-Iran, termasuk anak-anak dari perkawinan campuran.
Aktivitas Sardari tak surut meski pada September 1941 -- saat Inggris dan Rusia menginvasi Iran -- ia diharuskan kembali secepat mungkin.
Namun, Sardari menolaknya. Meski kehilangan status dan kekebalan diplomatik, ia bertahan di Prancis, membantu saudara sebangsanya, termasuk Yahudi Iran -- mempertaruhkan keselamatannya, sampai menguras uang warisannya agar kantornya tetap berjalan.
Paspor kosong yang dikeluarkan Sardari diperkirakan antara 500 sampai 1.000 lembar. Dalam bukunya, Mokhtari mengatakan, satu paspor berlaku untuk dua sampai tiga orang. "Jadi, ia telah menyelamatkan sekitar 2.000 orang."
Sepanjang hayatnya, Sardari selalu menolak penghargaan yang diberikan padanya dan selalu bersikeras bahwa ia hanya melakukan tugas.
Yang menyedihkan, ia meninggal dalam kondisi sebatang kara di tempat tidurnya di Croydon, London di tahun 1981 -- setelah kehilangan pensiunnya sebagai diplomat, juga semua propertinya di Iran pasca revolusi.
Penghargaan atas kerja kemanusiaan Sardari akhirnya diberikan pada 2004 dalam sebuah upacara di Simon Wiesenthal Centre, Los Angeles. Penulis buku, Fariboz Mokhtari, berharap dengan tersebarnya cerita Sardari dan testimoni para Yahudi Iran, miskonsepsi yang ada di Iran akan runtuh.
"Disini ada Muslim Iran melakukan sesuatu yang tak lazim, mempertaruhkan hidupnya, karirnya, propertinya, dan semuanya untuk menyelamatkan saudara sebangsanya," kata Mokhtari.
"Sama sekali tak terbesit dalam benaknya: 'saya Muslim, dia Yahudi' atau semacamnya."
***