Jakarta | Penulis buku tentang sejarah Aceh, Hj Pocut Haslinda Mudadalam
Azwar (67) menerima bintang kehormatan dan gelar D.I.M.P. (Darjah
Indera Mahkota Pahang) dari Sultan Pahang.
Penganugerahan gelar dan bintang kehormatan untuk Pocut Haslinda itu dilakukan di Istana Abu Bakar, Pekan, Negeri Pahang, Malaysia, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-81 Sultan Pahang yang jatuh pada Kamis 26 April 2012.
Turut mendampingi Pocut dalam penyerahan gelar itu Teuku Riefky Harsya, putra Pocut Haslinda, yang kini menjadi anggota DPR RI.
Penghargaan untuk seorang ibu dari Aceh ini diberikan sebagai bentuk apresiasi Sultan Pahang atas kajian Pocut Haslinda selama 7 tahun terakhir tentang Tun Sri Lanang yang diyakini akan dapat menjadi perekat hubungan Indonesia-Malaysia.
Kajian tersebut juga menghasilkan beberapa buku karya Pocut Haslinda yang berjudul "Tun Sri Lanang Dalam Sejarah Dua Bangsa Indonesia- Malaysia: Terungkap Setelah 380 tahun", "Silalatus Salatin Sejarah Melayu versi Populer" dan "Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh Hubungannya dengan Raja-Raja Islam Melayu Nusantara".
Penganugerahan gelar dan bintang kehormatan untuk Pocut Haslinda itu dilakukan di Istana Abu Bakar, Pekan, Negeri Pahang, Malaysia, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-81 Sultan Pahang yang jatuh pada Kamis 26 April 2012.
Turut mendampingi Pocut dalam penyerahan gelar itu Teuku Riefky Harsya, putra Pocut Haslinda, yang kini menjadi anggota DPR RI.
Penghargaan untuk seorang ibu dari Aceh ini diberikan sebagai bentuk apresiasi Sultan Pahang atas kajian Pocut Haslinda selama 7 tahun terakhir tentang Tun Sri Lanang yang diyakini akan dapat menjadi perekat hubungan Indonesia-Malaysia.
Kajian tersebut juga menghasilkan beberapa buku karya Pocut Haslinda yang berjudul "Tun Sri Lanang Dalam Sejarah Dua Bangsa Indonesia- Malaysia: Terungkap Setelah 380 tahun", "Silalatus Salatin Sejarah Melayu versi Populer" dan "Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh Hubungannya dengan Raja-Raja Islam Melayu Nusantara".
"Saya meyakini sejarah akan selalu aktual untuk dijadikan referensi mencapai kesuksesan masa depan, terutama dalam membangun kembali kebuntuan intelektualitas dan semangat generasi penerus bangsa untuk menyelesaikan permasalahan pada masa kini," ujar Pocut Haslinda.
Dijelaskannya bahwa Tun Sri Lanang pada sekitar abad ke-16 merupakan sosok penting dalam sejarah melayu Nusantara. Selain aktif dalam pemerintahan, dia juga seorang ulama, budayawan, sastrawan serta bangsawan pewaris kerajaan Malaka.
Warisan kitab Tun Sri Lanang yang sangat terkenal adalah "Salalatus Salatin" berisi hikayat-hikayat yang menceritakan cara memimpin dengan bijak, baik dari aspek sosial, ekonomi, politik serta keagamaan.
Menurut Pocut Haslinda, kitab tersebut disusun Tun Sri Lanang sejak tahun 1612 (Batu Sawar, Johor Lama) hingga selesai pada tahun 1617 di Samalanga, Aceh.
Seminar dan buku tentang Tun Sri Lanang yang diluncurkan pada beberapa tahun lalu sempat membuat gempar publik Malaysia khususnya kalangan sejarawan dan kerajaan. Hal ini disebabkan 4 dari 9 kesultanan di Malaysia adalah keturunan langsung Tun Sri Lanang, yakni Pahang, Johor, Trengganu dan Selangor.
Menurut Pocut Haslinda, selama ini publik Malaysia meyakini bahwa Tun Sri Lanang sebagai pewaris takhta Kerajaan Malaka dianggap telah terbunuh saat di bawa ke Aceh sebagai tahanan perang Sultan Iskandar Muda. Sementara yang terjadi justru sebaliknya, karena kematangan ilmu serta kemampuannya dalam pemerintahan, Tun Sri Lanang di jadikan penasehat Kesultanan Aceh Darusalam dan dinobatkan menjadi ulee balang (raja) pertama di Samalanga. "Kuburannya pun masih terawat baik oleh keturunannya di Aceh hingga saat ini," ujarnya.
Tabir misteri kehidupan Tun Sri Lanang semakin terungkap setelah buku karangan Pocut Haslinda yang juga waris ke-8 Tun Sri Lanang itu diterbitkan.