"Untuk apa Indonesia merdeka?" Sukarno menjawab: "Untuk Islam kak". Dia memanggil kakak kepada saya. Saya tanya lagi, "betulkah ini?". Jawabnya, "betul kak". Saya tanya sekali lagi, "betulkah ini?". Dia jawab, "betul kak". Saya ulangi lagi, "betulkah ini ?". (Tgk Muhammad Daud Beureu'eh)
Sepotong
sejarah Republik menyangkut Aceh yang banyak dilupakan. Yaitu soal
peran Aceh penyelamatan krisis fatal pada akhir tahun 1949. Bila ini
dikemukakan, bukan karena ingin Aceh dipuji. Tetapi karena sejarah
harus ditulis apa adanya, tidak boleh ditutup, distorted atau
direkayasa.
Sejarah mesti murni untuk diwariskan
kepada generasinya. Dan apa yang penulis lihat meski itu singkat, tidak
terdapat dalam buku- buku sejarah RI yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Juga penulis tidak melihjat di media yang ditulis sejarawan kita, hatta
oleh ahli sejarah Aceh sendiri.
Penulis bukanlah ahli sejarah,
tapi salah seorang pelaku sejarah Aceh. Dan kesempatan ini mencoba
memaparkan apa yang banyak dilupakan orang. Misalnya, tentang perjuangan
Tgk Muhammad Daud Beureueh (akrab disapa Abu). Beliau ulama
besar, bukan saja bersaja untuk Aceh, tapi untuk republik tercinta ini.
Ia tidak saja berhasil menegmbangkan syiar Islam secara luas tapi
juga menjadi pemimpin rakyat (people leader). Abu membangun "Aceh Baru"
yang demokratis, bebas dari penghisapan atau penindasan manusia oleh
manusia (exploitation delhomme par home).
Sedangkan bagi Republik
Indonesia beliau berjasa sebagai penyelamat. Sejarah itu yang tak
tertulis di buku-buku sejarah sekolah mana pun. Kecuali beliau diklaim
sebagai pemerontak Republik hingga akhir hayatnya. Begitu juga dua
pejuang penyalamat lainnya, yaitu Mr Sjafruddin Prawiranegara, Kepala
Pemerintah Darurat Republik Indonesia dan LN Palar, Duta Besar Indonesia
di PBB.
Sekilas tentang sejarah, bahwa
pada akhir tahun 1949, RI ditimpa kritis yang fatal. Hampir seluruh
wilayah sudah diduduki Belanda. lbukota Republik pun sudah dikuasainya.
Presiden dan wakil Presiden sudah ditangkap Belanda dan dibuang --kalau
saya tidak salah dibuang ke Pulau Bangka.
Mr Sjafruddin Prawiranegara yang
sempat diangkat sebagai Kepala Pemerintah Republik Indonesia,
bergegas-gegas mengungsi ke Bukit Tinggi. Karena merasa tidak aman di
Bukit Tinggi, beliau mengungsi ke Aceh, sebuah wilayah Republik yang
belum dapat diduduki oleh Belanda. Jadi, masih tetap sebagai territory
legal dari Republik Indonesia. Mengikuti Pak Sjafruddin Prawiranegara
Tinggi dari ketiga Angkatan pun mengungsi ke Aceh. Dari Staff Angkatan
Darat Kol Hidayat, dari staff Angkatan Udara Suyoso, dan dari
Staff Angkatan Laut Komodor Subiyakto. Pada kali pertama
pemimpin-pemimpin Aceh yang terdiri dari Abu Beureueh, Tgk Abdul Wahab
Seulimum, Hasan Ali dan M. Nur El Ibrahimy sendiri berkunjung kepada Mr
Sjafruddin Prawiranegara.
Pertama-tama yang dituntut
adalah membentuk Propinsi Aceh, yang dijanjikan oleh Presiden Soekarno.
Di depan Abu Beureueh pada waktu beliau datang ke Aceh pada tahun 1947,
Soekarno bersumpah dua kali, ternyata dua tahun ditunggu, janji itu
tidak dipenuhi.
Saat itu Pak Sjaf (panggilan Syafruddin) menjawab "jangan
khawatir, dalam dua tiga hari ini, Propinsi Aceh akan saya bentuk,
seperti yang diinginkan oleh rakyat Aceh. Seperti yang dijanjikan",
Propinsi Aceh pun terbentuklah dengan PP Pengganti Undang-undang yang
mulai berlaku pada tanggal 8 Desember 1949. Sebagai Gubernur Aceh yang
Pertama diangkat Abu Beureueh. Beliau dibantu oleh sebuah badan yang
disebut Badan Pemerintah Provinsi Aceh, yang terdiri dari T M Amien,
Orang Kaya Salamuddin, A.R. Hasjim dan Saya sendiri.
Di seluruh Aceh rakyat
bergembira karena keinginannya yang sejak lama tercapai, dan
terbentuknya Provinsi Aceh, gampanglah bagi Jendral Mayor Tituler,
Mantan Gubernur Militer Aceh, langkat dan tanah Karo Abu
beureueh Sebagai Gubernur Areh sekarang untuk mengajak rakyat berjuang
mati-matian mempertahankan Aceh jangan sampai dapat diduduki Belanda.
Sebab kalau Aceh dapat diduduki Belanda, berarti tamatlah riwayat
Republik Indonesia.
Untuk dimaklumi bahwa
pertarungan yang sengit antara Aceh dan Belanda berpusat di perbatasan
Aceh-Sumatera Utara (dikenal Medan Area). Yang dipertahankan dengat
gigih oleh rakyat Aceh bersama TNI Devisi X Aceh, Barisan- Barisan
mujahidin yang ketuanya Abu Beureueh, TP (Tentara Pelajar) dan TPI
(Tentara Pelajar Islam). Maka berkat pimpinan yang solid dari
Abu Beureueh pertahanan rakyat Aceh begkitu gigih, dan Medan Area tak
bisa ditembusi tentara Belanda. Penjajah akhirnya kembali ke baraknya di
kota Medan. Maka Republik Indonesia yang berada sekarat hidup kembali.
Semangat juang rakyat Aceh yang
gigih diketahui LN Palar, Duta Besar RI di PBB yang sebelumnya sudah
loyo, menjadi bangkit kembali. Beliau segera meminta PBB untuk
memerintahkan kembali kedaulatan atas seluruh territory Republik
Indonesia dikembalikan kepada pemerintah Indonesia Serikat, pada
17 Agustus 1950. Sayang sekali pada hari upacara penyerahan kembali
kedaulatan atas RI kepada Pemerintah Indonesia oleh Belanda, Jendral
Mayor Tituler Abu Daud yang saya anggap salah seorang penyelamat
Republik Indoensia tidak diundang ke upacara tersebut.
Perlu dijelaskan bahwa sebelum
penyerahan kedaulatan, di Aceh terjadi heboh besar, karena dibubarkan
Propinsi Aceh. Heboh ni yang tadinya terjadi di Kota Raja (Banda Aceh
sekarang) meluas sampai ke seluruh Aceh. Maka dilayangkanlah
poster-poster dan Resolusi- resolusi kepada pemerintah. Heboh ini tidak
dapat diatasi hingga terpaksalah pembesar-pembesar Negara dari pusat
datang ke Aceh untuk menyenangkan rakyat, antara lain Mr
Assaat (Mendagri)--namun rakyat tidak lagi mendengarkannya. Maka Bung
Hatta yang kembali menjadi Wakil Presiden Negara Kesatuan NRI datang ke
Aceh. Rakyat juga tidak menghiraukan apa yang dikatakannya.
Abu Beureueh Mantan Gubernur
Militer Aceh dan Tanah Karo, dan mantan Gubernur Aceh, menyatakan dengan
tegas " Bahwa kalau Provinsi Aceh tidak dibentuk kembali, saya akan
naik ke Gunung untuk membentuk Provinsi Aceh menurut keinginan kami
sendiri". Zaini Bakri, Bupati Aceh Besar juga dengan tegas mengatakan
kalau provinsi Aceh tidak kembali dibentuk pegawai RI di seluruh Aceh
meletakan jabatan.
Karena rakyat tidak bisa
ditenangkan, Muhammad Natsir (Perdana Menteri Kabinet pertama NRI datang
ke Aceh). Beliau mula - mula mengatakan pertemuan dengan petinggi -
petinggi Aceh, kemudian melalui radio. Ia mengajak rakyat supaya tenang
dan tidak khawatir. Beliau akan berusaha sekuat tenaga akan terbentuk
kembali Propinsi Aceh. "Secara Intergral", artinya membentuk Propinsi di
seluruh Indonesia. Betul-betul Natsir telah mengubah situasi yang panas
menjadi suasana yang sejuk sehingga rakyat di seluruh Aceh
tenang kembali, dan dengan penuh kepercayaan menunggu janji Perdana
Menteri Pertama Natsir itu.
Sayang kabinet Natsir setelah
kira-kira satu tahun bekerja, dijatuhkan oleh anggota - anggota DPR yang
tidak menyetujui Provinsi Aceh yaitu PKI, PNI, Partai Indonesia Raya
dan beberapa partai lainnya. Harapan rakyat Aceh untuk tegaknya sebuah
Provinsi seperti yang diinginkan di tanah Rencong buyarlah semua.
Provinsi Aceh baru dibentuk kembali setelah Abu Beureueh "naik gunung"
(sebagai yang ditegaskan di depan Bung Hatta), beberapa waktu setelah
jatuhnya Kabinet Ali Sastroamidjojo ( dari PNI) yang menggantikan
Kabinet Natsir.
Saat berkunjung ke Aceh
pada tahun 1948, Soekarno mengucapkan janjinya dengan meyakinkan Daud
Beureueh. Dimana cerita sumpah Soekarno dihadapan Teungku Muhammad Daud
Beureueh itu adalah:
"Teungku Daud Beureueh pernah menyatakan: "Lebih setahun sesudah proklamasi kemerdekaan, pada waktu tentara Belanda dan Sekutu sedang melancarkan serangan secara besar-besaran, dimana para pemuda kita sudah ribuan bergelimpangan gugur di medan perang, datanglah Sukarno ke Aceh...Dia datang menjumpai saya menerangkan peristiwa-peristiwa dan perkembangan revolusi."
Dalam pertemuan itu saya tanya Sukarno: "Untuk apa Indonesia merdeka?" Sukarno menjawab: "Untuk Islam kak". Dia memanggil kakak kepada saya. Saya tanya lagi, "betulkah ini?". Jawabnya, "betul kak". Saya tanya sekali lagi, "betulkah ini?". Dia jawab, "betul kak". Saya ulangi lagi, "betulkah ini?".
Pada waktu inilah Sukarno berikrar: "Kakak! Saya adalah seorang Islam. Sekarang kebetulan ditakdirkan Tuhan menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama yang baru kita proklamasikan. Sebagai seorang Islam, saya berjanji dan berikrar bahwa saya sebagai seorang presiden akan menjadikan Republik Indonesia yang merdeka sebagai negara Islam dimana hukum dan pemerintahan Islam terlaksana. Saya mohon kepada kakak, demi untuk Islam, demi untuk bangsa kita seluruhnya, marilah kita kerahkan seluruh kekuatan kita untuk mempertahankan kemerdekaan ini".
( Baca: S.S. Djuangga Batubara, Buku; Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 76-77)
Ternyata akhirnya, ikrar Soekarno itu untuk: "akan menjadikan Republik Indonesia yang merdeka sebagai negara Islam dimana hukum dan pemerintahan Islam terlaksana" hanyalah tipu muslihat saja. Sehingga Teungku Muhammad Dawud Beureueh di Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia pada tanggal 20 September 1953, yang sebagian isinya menyatakan bahwa;
"Dengan
Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah
sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah
sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam."
***
Sumber Referensi :
- Teungku Chik Muhammad Daud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, S.S Djuangga Batubara.
- Disadur dari berbagai sumber dan fakta sejarah.