Hidup
di Jepang yang notabene mayoritas penduduknya tidak beragama Islam
justru saya rasakan seperti hidup dalam suatu daerah yang bersyariat
Islam. Budaya dan perilaku masyarakatnya, menurut amatan saya bisa
dikatakan merupakan implementasi dari ajaran Islam. Berikut ini beberapa
perilaku dan budaya masyarakat Jepang yang menurut saya sesuai konsep
Islam.
Dalam keseharian masyarakat Jepang, kita akan merasakan bagimana perilaku jujur itu teraplikasi dengan baik. Saat berbelanja kita tak perlu khawatir akan ditipu penjual, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas barang. Saat menggunakan transportasi umum seperti kereta api atau bus, kita pun tak perlu khawatir akan kehilangan dompet atau hp kita.
Suatu peristiwa yang membuat saya kagum akan kejujuran bangsa Jepang pernah saya alami. Suatu ketika teman saya ketinggalan dompet di stand pameran otomotif di Tokyo. Tapi, tak seorang pun yang menyentuh dompet itu, meski sudah lebih dari sejam dompet itu tertinggal, padahal di sekitar meja itu banyak pengunjungnya.
Perilaku disiplin bangsa Jepang tercermin di antaranya dengan budaya antre dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Di Jepang kita akan sering menjumpai masyarakat yang sedang mengantre dengan tertib, seperti antrean penumpang bis, kereta api, dan antrean saat hendak makan siang di sebuah rumah makan.
Perilaku bangsa Jepang dalam menjaga kebersihan dapat dikatakan sangat sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Kebersihan di jalan, pasar, dan kendaraan umum, terpelihara dengan baik setiap hari. Saat beraktivitas di luar rumah kita tak perlu khawatir apabila ingin membuang air kecil/besar, karena seluruh toilet umum yang tersebar di stasiun, taman, pasar, dan tempat umum lainnya dapat kita nikmati dengan nyaman dan bersih.
Selama tujuh bulan tinggal di Tokyo, sangat jarang saya lihat orang Jepang yang marah atau emosi terhadap sesuatu hal, apalagi sampai timbul perkelahian. Bahkan pernah suatu ketika saya lihat dua taksi tabrakan di sebuah lampu merah di Tokyo. Kedua sopir taksi tersebut lalu ke luar dari mobil masing-masing dan saling berbicara dengan sopan dan suara yang lembut. Selanjutnya salah satu sopir taksi menelepon polisi. Tak lama kemudian petugas polisi datang dan menyelesaikan permasalahan ini sesuai ketentuan. Orang Jepang senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang telah dimilikinya. Inilah yang membuat masyarakat Jepang dalam bekerja selalu penuh semangat dan ikhlas dalam menikmati pekerjaannya. Pernah saya tanyakan kepada Tatsuno Kimiki, wanita petugas cleaning service di gedung perkantoran tempat saya bekerja. Saya tanya mengapa dalam bekerja dia selalu terlihat gembira dan bersemangat. Wanita itu menjawab bahwa dia sangat senang, menikmati, serta mensyukuri pekerjaannya, sehingga dia melakukannya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, meski gaji yang diterimanya tak seberapa.
Mengemudikan kendaraan di Tokyo bagi saya sangat menyenangkan. Selain disebabkan kepatuhan pengguna jalan terhadap lalu lintas, juga ditambah lagi dengan rasa pengertian dan toleransi sesama pengguna jalan. Suara klakson mobil bisa dikatakan hampir tak pernah terdengar, karena semua pengendara selalu toleran kepada sesama. Sikap toleransi masyarakat Jepang lainnya juga terlihat saat kita naik kendaraan umum. Semua penumpang akan menonaktifkan nada (silent) telepon genggamnya dan menghindari berbicara di telepon kecuali bila sangat mendesak. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu ketenangan penumpang lainnya.
Dalam keseharian masyarakat Jepang, kita akan merasakan bagimana perilaku jujur itu teraplikasi dengan baik. Saat berbelanja kita tak perlu khawatir akan ditipu penjual, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas barang. Saat menggunakan transportasi umum seperti kereta api atau bus, kita pun tak perlu khawatir akan kehilangan dompet atau hp kita.
Suatu peristiwa yang membuat saya kagum akan kejujuran bangsa Jepang pernah saya alami. Suatu ketika teman saya ketinggalan dompet di stand pameran otomotif di Tokyo. Tapi, tak seorang pun yang menyentuh dompet itu, meski sudah lebih dari sejam dompet itu tertinggal, padahal di sekitar meja itu banyak pengunjungnya.
Perilaku disiplin bangsa Jepang tercermin di antaranya dengan budaya antre dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Di Jepang kita akan sering menjumpai masyarakat yang sedang mengantre dengan tertib, seperti antrean penumpang bis, kereta api, dan antrean saat hendak makan siang di sebuah rumah makan.
Perilaku bangsa Jepang dalam menjaga kebersihan dapat dikatakan sangat sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Kebersihan di jalan, pasar, dan kendaraan umum, terpelihara dengan baik setiap hari. Saat beraktivitas di luar rumah kita tak perlu khawatir apabila ingin membuang air kecil/besar, karena seluruh toilet umum yang tersebar di stasiun, taman, pasar, dan tempat umum lainnya dapat kita nikmati dengan nyaman dan bersih.
Selama tujuh bulan tinggal di Tokyo, sangat jarang saya lihat orang Jepang yang marah atau emosi terhadap sesuatu hal, apalagi sampai timbul perkelahian. Bahkan pernah suatu ketika saya lihat dua taksi tabrakan di sebuah lampu merah di Tokyo. Kedua sopir taksi tersebut lalu ke luar dari mobil masing-masing dan saling berbicara dengan sopan dan suara yang lembut. Selanjutnya salah satu sopir taksi menelepon polisi. Tak lama kemudian petugas polisi datang dan menyelesaikan permasalahan ini sesuai ketentuan. Orang Jepang senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang telah dimilikinya. Inilah yang membuat masyarakat Jepang dalam bekerja selalu penuh semangat dan ikhlas dalam menikmati pekerjaannya. Pernah saya tanyakan kepada Tatsuno Kimiki, wanita petugas cleaning service di gedung perkantoran tempat saya bekerja. Saya tanya mengapa dalam bekerja dia selalu terlihat gembira dan bersemangat. Wanita itu menjawab bahwa dia sangat senang, menikmati, serta mensyukuri pekerjaannya, sehingga dia melakukannya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, meski gaji yang diterimanya tak seberapa.
Mengemudikan kendaraan di Tokyo bagi saya sangat menyenangkan. Selain disebabkan kepatuhan pengguna jalan terhadap lalu lintas, juga ditambah lagi dengan rasa pengertian dan toleransi sesama pengguna jalan. Suara klakson mobil bisa dikatakan hampir tak pernah terdengar, karena semua pengendara selalu toleran kepada sesama. Sikap toleransi masyarakat Jepang lainnya juga terlihat saat kita naik kendaraan umum. Semua penumpang akan menonaktifkan nada (silent) telepon genggamnya dan menghindari berbicara di telepon kecuali bila sangat mendesak. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu ketenangan penumpang lainnya.
OLEH TEUKU MUNANDAR, Office Administrator Bank Indonesia di Tokyo, melaporkan dari Tokyo