Bahasa Aceh merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Provinsi Aceh. Berdasarkan pemetaan bahasa yang dilakukan sejak tahun 2008 oleh Balai Bahasa Banda Aceh, dapat diketahui bahwa bahasa daerah yang ada di Provinsi Aceh sekitar 8 bahasa. Pemetaan bahasa yang dilakukan tersebut menggunakan metode dialektometri yang dapat mengetahui secara pasti wilayah pakai sebuah bahasa atau kantong-kantong pemakai bahasa tertentu. Bahasa Aceh merupakan salah satu bahasa dengan jumlah penutur yang banyak. Wilayah pakai bahasa Aceh meliputi hampir sepanjang wilayah pantai timur Provinsi Aceh mulai Langsa sampai dengan Banda Aceh di ujung utara. Jumlah penutur bahasa Aceh di wilayah pantai barat Aceh juga tidak kalah banyaknya. Mulai dari Lhoong sampai dengan Blang Pidie. Oleh karena itu, wajar jika bahasa Aceh mendominasi di dalam pemerolehan bahasa masyarakat di Aceh.
Akan tetapi, sampai dengan saat ini masih sedikit masyarakat yang mengetahui secara pasti negeri asal bahasa Aceh tersebut. Secara struktur, bahasa Aceh memiliki banyak keunikan. Salah satu keunikan bahasa Aceh yakni pada aspek fonologi atau bunyi bahasa. Bahasa Aceh memiliki jumlah fonem yang lebih banyak jika dibandingkan misalnya dengan bahasa Indonesia. Keunikan lain misalnya pada aspek kosakata. Bahasa Aceh memiliki kosakata dengan suku kata yang pada umumnya terdiri atas satu sampai dengan dua suku kata. Singkatnya, kosakata bahasa Aceh terlihat begitu simpel alias sederhana, contoh ie untuk ‘air’; bu bermakna ‘nasi’; u artinya ‘kelapa’, dan masih banyak lagi hal-hal yang menunjukkan kecenderungan seperti itu.
Secara geografis, wilayah Aceh berada di Pulau Sumatera yang tidak terlalu jauh dengan negeri asal bahasa Indonesia yaitu bahasa Melayu. Sampai dengan saat ini, teori bahasa masih mempercayai bahwa bahasa Melayu yang dianggap standar dan menjadi embrio lahirnya bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang berada di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Meskipun akhir-akhir ini muncul teori baru bahwa negeri asal bahasa Indonesia adalah pedalaman Pontianak, di Provinsi Kalimantan Barat. Kedekatan geografis tidak lalu memunculkan kesamaan struktur antara bahasa Aceh dan bahasa Melayu, meskipun keduanya masuk dalam satu rumpun bahasa Austronesia. Lalu kira-kira darimana bahasa Aceh itu berasal?
Beberapa pendapat yang bersifat plesetan muncul ketika penulis mencoba menanyakan kepada penutur bahasa Aceh, kira-kira darimana asalnya? Inilah yang tampaknya umum diketahui oleh masyarakat yang memplesetkan ACEH dengan Arab, Cina, Eropa, dan Hindia (India). Benarkah demikian? Perlu diketahui bahwa sebuah bahasa tidak dapat selamanya otonom atau mandiri dalam hal kosakatanya. Tentu ia akan menyerap atau meminjam istilah/kosakata dari bahasa lain. Tampaknya hal ini yang menjadi argumen pendapat ini. Memang, di dalam bahasa Aceh dapat kita temukan kosakata bahasa Arab, misalnya kata sikin yang mempunyai makna ‘pisau’. Kata sikin dengan makna yang sama juga ada di dalam bahasa Arab. Akan tetapi, pembuktian secara ilmiah perlu dilakukan terutama untuk menghitung persentase kosakata bahasa Arab yang ada di dalam bahasa Aceh. Hal serupa juga untuk kata get yang berarti ‘baik’ dalam bahasa Aceh. Sebagian orang lalu berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Inggris karena memiliki korelasi dengan kata good yang juga berarti ‘baik’. Hal-hal seperti itu hampir pasti terjadi pada setiap bahasa daerah. Apalagi perbedaan budaya yang lalu menyebabkan peminjaman kosakata dari budaya lain di sebuah penutur bahasa yang berbeda. Pada sisi ilmiah, kekerabatan bahasa lebih memungkinkan apabila bahasa-bahasa tersebut berada dalam satu rumpun bahasa yang sama. Sekadar pembaca ketahui, bahasa Aceh termasuk rumpun Austronesia, bahasa Cina termasuk rumpun bahasa Sino Tibet, sementara bahasa Arab termasuk rumpun Afro Asiatik/ Semit; bahasa Inggris termasuk rumpun Indo Eropa, dan bahasa India termasuk rumpun Dravida. Jelas bahwa setiap bahasa yang diplesetkan tadi memiliki perbedaan rumpun. Oleh karena itu, sangat mustahil apabila menjadikan keempat wilayah (Arab, Cina, Eropa, Hindia) sebagai negeri asal bahasa Aceh.
Pendapat yang agak ilmiah tentang negeri asal bahasa Aceh mengatakan bahwa bahasa Aceh berasal dari Kerajaan Campa, yang saat ini masuk dalam wilayah negara Vietnam. Pendapat ini didasarkan atas kesamaan kosakata di antara bahasa Aceh dengan bahasa di Kerajaan Campa tersebut. Pendapat ini ditulis dalam sebuah buku dengan penjelasan pada sisi ilmiah yang sangat terbatas. Salah satu sisi yang disebutkan di dalam buku tersebut mengenai sisi historis. Dimungkinkan bahwa dahulu terjadi proses migrasi penduduk dari Kerajaan Campa di Vietnam tersebut yang akhirnya mereka sampai di semenanjung Sumatera, yaitu di Aceh saat ini. Akan tetapi, pendapat kedua ini perlu pembuktian lebih lanjut. Pembuktian tersebut untuk menguji dugaan sementara (hipotesis) tentang benar tidaknya kosakata bahasa Aceh memiliki banyak kemiripan dengan kosakata di Kerajaan Campa, Vietnam tersebut. Pengujian tersebut akan lebih sahih apabila menggunakan metode ilmiah.
Linguistik atau ilmu bahasa memiliki salah satu bidang terapan yaitu Linguistik Bandingan. Linguistik bandingan terbagi ke dalam dua jenis yaitu Linguistik Historis Komparatif dan Linguistik Historis Tipologis. Pendapat tentang hubungan kekerabatan bahasa Aceh dengan bahasa di Kerajaan Campa, Vietnam, dapat ditelusuri dengan melakukan perbandingan kosakata. Saat ini yang paling populer untuk melakukan perbandingan yaitu berupa daftar kosakata dasar. Kosakata dasar yang sering digunakan untuk perbandingan bahasa yaitu 800 kosakata dasar yang dibuat oleh seorang bernama Swadesh. Kosakata dasar ini meliputi berbagai ranah, misalnya pertanian, nelayan, atau peralatan-peralatan yang mencakup bidang tertentu. Bidang nelayan misalnya, perbandingan dilakukan terhadap nama-nama ikan atau nama-nama kapal nelayan beserta alat tangkap yang biasa digunakan oleh mereka. Masih banyak ranah lain tentang bahan untuk perbandingan bahasa yang terdapat di dalam daftar 800 kosakata dasar tersebut. Sayangnya, sampai saat ini hal tersebut belum dilakukan secara komprehensif.
Apabila secara ilmiah perbandingan bahasa telah dilakukan, langkah selanjutnya dapat dilakukan dengan mencari aspek histori terjadinya kekerabatan tersebut. Artinya, migrasi penduduk yang terjadi pada masa lalu harus dirunut sejarahnya. Apakah migrasi dari Vietnam ke Aceh? Atau sebaliknya. Dukungan penelitian pada aspek historis ini akan semakin menguatkan adanya gerak perpindahan penduduk beserta bahasanya dari satu wilayah ke wilayah yang berbeda. Apabila hal ini ke depan dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin kita akan segera tahu tentang negeri asal bahasa Aceh. Langkah selanjutnya adalah menentukan dialek standar bahasa Aceh. Yang manakah dialek bahasa Aceh yang dianggap representatif alias mewakili dialek yang ada?
Sumber
Sumber