Banda Aceh - Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar mengungkapkan minyak nilam di
provinsi itu masuk dalam kategori terbaik di dunia, sehingga
ketertarikan importir dari luar terhadap komoditas tersebut sangat
tinggi.
"Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor menyebutkan, nilam Aceh memiliki kandungan minyak berkisar 2,5 hingga 3,3 persen. Secara umum kandungan zat minyak hanyak 2,5 persen, jadi ini menunjukkan bahwa nilam di Aceh berada di atas kualitas dunia," katanya dalam acara pembentukan Forum Perlindungan Nilam Aceh di Banda Aceh, Senin.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah unsur Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten, akademisi, NGO luar dan dalam negeri serta Direktorat Jendral (Dirjen) Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (HAKI).
Dijelaskan, potensi ini harus di gunakan sebaiknya oleh rakyat Aceh sehingga perekonomiannya akan semakin sejahtera. Apalagi, kata Muhammad Nazar kebutuhan minyak nilam dunia saat ini mencapai 1.400 ton/tahun sedangkan minyak nilam yang berhasil diproduksi hanya 1000 ton/tahun.
"Produksi ini semakin meningkat seiring tingginya permintaan minyak nilam. Karena itu momen ini harus dipergunakan oleh petani nilam se efektif mungkin," kata Wagub ini.
Ia menambahkan, minimnya pasokan minyak nilam dunia selama ini karena pasokannya sangat kurang sehingga harga minyak nilam sangat ekonomis. Untuk itu, menjadikan profesi sebagai petani nilam sangat menjanjikan,sambung Muhammad Nazar.
"Di Amerika dan sejumlah negara di eropa, mereka sangat membutuhkan minyak nilam karena dijadikan sebagai bahan industri parfum, farmasi, kosmetika dan industri makanan serta minuman," jelas dia.
Selain itu, Muhammad Nazar menyebutkan kebutuhan minyak nilam dunia yang dipasok Indonesia ke pasaran dunia sebesar 80 persen. 70 persen produksi minyak nilam berasal dari Aceh, ungkap wakil gubernur Aceh ini.
"Ke depan tidak heran jika minyak nilam Aceh akan menjadi primadona dunia. Mudah-mudahan dengan adanya LSM yang datang ke Aceh bisa terus mensosialisasikan keberadaan nilam Aceh semakin di kenal pada tingkat internasional," harap Muhammad Nazar.
Sementara itu, juru bicara Caritas Czeh Repuplic, Isfani Yunus mengatakan produk nilam bisa menjadi sebagai produk berpotensi karena aroma nya khas dan tidak dimiliki oleh daerah manapun.
Hal lain juga karena bibit nilam Aceh bila ditanam di tempat lain juga memiliki kandungan minyaknya tinggi dan berbeda dengan daerah lain, papar dia.
"Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor menyebutkan, nilam Aceh memiliki kandungan minyak berkisar 2,5 hingga 3,3 persen. Secara umum kandungan zat minyak hanyak 2,5 persen, jadi ini menunjukkan bahwa nilam di Aceh berada di atas kualitas dunia," katanya dalam acara pembentukan Forum Perlindungan Nilam Aceh di Banda Aceh, Senin.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah unsur Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten, akademisi, NGO luar dan dalam negeri serta Direktorat Jendral (Dirjen) Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (HAKI).
Dijelaskan, potensi ini harus di gunakan sebaiknya oleh rakyat Aceh sehingga perekonomiannya akan semakin sejahtera. Apalagi, kata Muhammad Nazar kebutuhan minyak nilam dunia saat ini mencapai 1.400 ton/tahun sedangkan minyak nilam yang berhasil diproduksi hanya 1000 ton/tahun.
"Produksi ini semakin meningkat seiring tingginya permintaan minyak nilam. Karena itu momen ini harus dipergunakan oleh petani nilam se efektif mungkin," kata Wagub ini.
Ia menambahkan, minimnya pasokan minyak nilam dunia selama ini karena pasokannya sangat kurang sehingga harga minyak nilam sangat ekonomis. Untuk itu, menjadikan profesi sebagai petani nilam sangat menjanjikan,sambung Muhammad Nazar.
"Di Amerika dan sejumlah negara di eropa, mereka sangat membutuhkan minyak nilam karena dijadikan sebagai bahan industri parfum, farmasi, kosmetika dan industri makanan serta minuman," jelas dia.
Selain itu, Muhammad Nazar menyebutkan kebutuhan minyak nilam dunia yang dipasok Indonesia ke pasaran dunia sebesar 80 persen. 70 persen produksi minyak nilam berasal dari Aceh, ungkap wakil gubernur Aceh ini.
"Ke depan tidak heran jika minyak nilam Aceh akan menjadi primadona dunia. Mudah-mudahan dengan adanya LSM yang datang ke Aceh bisa terus mensosialisasikan keberadaan nilam Aceh semakin di kenal pada tingkat internasional," harap Muhammad Nazar.
Sementara itu, juru bicara Caritas Czeh Repuplic, Isfani Yunus mengatakan produk nilam bisa menjadi sebagai produk berpotensi karena aroma nya khas dan tidak dimiliki oleh daerah manapun.
Hal lain juga karena bibit nilam Aceh bila ditanam di tempat lain juga memiliki kandungan minyaknya tinggi dan berbeda dengan daerah lain, papar dia.
Nilam Aceh Primadona Pasar
Kebutuhan minyak nilam dunia yang dipasok Indonesia ke pasaran
internasional sebesar 80 persen dan 70 persennya berasal dari Aceh.
Minyak nilam memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai bahan
pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika.
Dunia membutuhkan 1.200 hingga 1.500 ton ton minyak nilam setiap
tahun dan volume itu cenderung terus meningkat, sementara produksi yang
tersedia baru mencapai 1.000 ton per tahun. Harga di pasar lokal
berkisar Rp350.000 hingga Rp 400.000 per kilogram.
Seiring tingginya permintaan pasar dan menurunnya produksi nilam
dunia, harga minyak nilam diprediksi bisa mencapai Rp1 juta per kilogram
di tahun 2012. Asosiasi Minyak Atsiri Indonesia menyebutkan, produksi
minyak nilam Indonesia tahun 2011 menurun dibandingkan tahun 2010. Pada
tahun 2011 produksi minyak nilam sebanyak 800 ton, sedangkan tahun 2010
mampu memproduksi hingga 1.000 ton.
Potensi inilah yang nantinya dapat dijadikan peluang bisnis yang
menjanjikan. Karena permintaan minyak nilam di berbagai pasar luar
negeri cukup menggiurkan. Meski kontribusi ekspor minyak atsiri masih
relatif kecil terhadap nilai devisa total Indonesia. Namun, ternyata
terjadi kenaikan permintaan setiap tahun. Bahkan peningkatannya cukup
tajam. Sehingga peluang pengembangan industri tersebut sangat terbuka
lebar.
“Produksi minyak nilam Aceh semakin meningkat seiring tingginya
permintaan pasar dunia. Karena itu momen ini harus dipergunakan
seaefektif mungkin oleh rakyat Aceh, sehingga perekonomiannya semakin
baik dan sejahtera,” kata Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar pada acara
pembentukan Forum Perlindungan Nilam Aceh di Banda Aceh beberapa waktu
lalu.
Ia menambahkan, minimnya pasokan minyak nilam dunia selama ini,
sehingga harga minyak nilam sangat potensial. Untuk itu, menjadikan
berprofesi sebagai petani nilam sangat menjanjikan, sambung Nazar.
Menurut wagub, di Amerika dan sejumlah negara di eropa, mereka sangat
membutuhkan minyak nilam sebagai bahan industri parfum, farmasi,
kosmetika dan industri makanan serta minuman.
Meski populer di pasar internasional, minyak atsiri nilam kurang
akrab di telinga kalangan lokal. Apalagi masih sedikit yang mengenal
tanaman nilam dengan baik. Padahal ini peluang bisnis di masa depan.
Nilam merupakan salah satu dari 150-200 spesies tanaman penghasil minyak
atsiri. Di Indonesia sendiri terdapat sekitar 40 hingga 50 jenis,
tetapi baru sekitar 15 spesies yang diusahakan secara komersial.
Dari hasil penelitian Institut Pertanian Bogor menyebutkan, nilam
Aceh atau pogostemon cablin benth memiliki kandungan minyak berkisar 2,5
hingga 3,3 persen. Berbanding terbalik dengan dua jenis nilam lainnya,
yaitu pogostemon heyneanus atau nilam jawa yang kandungan minyaknya
hanya 0,50-1,5 persen dan pogostemon hortensis alias nilam sabun yang
kandungan minyaknya 0,5-1,5 persen. Penelitian itu menunjukkan bahwa
nilam di Aceh berada di atas rata-rata kualitas dunia.
Potensi Nilam Aceh
Beranjak dari besarnya potensi dan kualitas minyak nilam Aceh, para
importir negara-negara di dunia mulai tertarik terhadap komoditas
tersebut. Untuk itu, geliat penanaman nilam harus dipacu lebih kencang
lagi di kalangan masyarakat tani untuk menggenjot produktifitasnya di
masa depan. Selain menggalakkan budidaya nilan, peningkatan lahan
pertanian tanaman nilam harus diperluas di daerah-daerah penghasil nilam
terbaik Aceh.
Saat ini, jumlah petani nilam di Aceh mencapai 2.500 orang yang
tersebar di beberapa kabupaten. Dari data yang diperoleh, Kabupaten Aceh
Barat menempati posisi paling atas, baik sebagai penghasil nilam maupun
jumlah petani. Kemudian disusul Aceh Jaya, Aceh Selatan dan Kabupaten
Gayo Lues.
Geliat budidaya nilam di Aceh kian dilirik dunia. Salah satunya sebut
saja Lembaga Internasional Caritas Czech Republic (CCR) yang didukungan
Bank Dunia merancang program terpadu pemberdayaan petani komoditas
ekspor unggulan nonmigas itu.
Menurut Koordinator CCR, Indra, setiap petani nilam di Aceh minimal
memiliki lahan satu hektar, bahkan di Gayo Lues, petani memiliki 12
hektar per jiwa. Sehingga program ini, jika didukung pengolahan yang
sempurna, diperkirakan mampu menciptakan sumber pendapatan utama
masyarakat Aceh. Khususnya di tiga kabupaten utama penghasil nilam
tersebut.
Cikal bakal sentral nilam di Aceh sepertinya segera terwujud. Hal itu
dapat dilihat dari penyediaan lahan seluas dua hektare sebagai lokasi
pembangunan ketel berkapasitas 300 kilogram di Kecamatan Woyla, Aceh
Barat. Ketel atau tempat penyulingan nilam itu dibangun untuk menunjang
program pemberdayaan nilam Aceh.
“Petani dapat memanfaatkan ketel sebagai lokasi pengelola bibit nilam
serta petani dapat panen dua kali dalam satu siklus, kemudian kita
bentuk koperasi untuk memutuskan mata rantai pemasaran,” tambah Indra.
Sampai saat ini Aceh, terutama Aceh barat, Aceh Selatan dan Gayo
Lues, masih menjadi sentra nilam terluas di Indonesia. Disusul Sumatra
Utara (Nias, Tapanuli Selatan), Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa
Tengah (Banyumas, Banjarnegara), dan Jawa Timur (Tulungagung). Umumnya,
masih didominasi perkebunan rakyat berskala kecil.
Hak Intelektual
Setelah berhasil memperjuangkan hak paten/intelektual terhadap Kopi
Gayo yang telah sekian lama dipegang Belanda ke menkumham RI dan Tari
Saman sebagai warisan dunia nonbenda atas bantuan UNESCO dan kementerian
terkait. Kini Wakil Gubernur Muhammad Nazar akan memperjuangkan hak
paten atas minyak nilam Aceh.
Menurut Nazar, Pemerintah Aceh sedang berupaya untuk mematenkan nilam
Aceh itu. Langkah tersebut, kata wagub, sebagai upaya melindungi
kekayaan indikasi geografis hasil pertanian Aceh. “Kalau ini berhasil,
merupakan yang kedua dilakukan Aceh setelah Kopi Arabica Gayo,” sebut
Nazar.
Dalam memperjuangkan hak paten produk nilam, kata Nazar, Pemerintah
Aceh bekerjasama dengan Multi Donor Fund (MDF), World Bank, Caritas,
Kemenkumham RI dan pihak-pihak terkait.
Menurut Nazar, soal nilam Aceh, bukan sekedar diperjuangkan memiliki
hak paten, namun juga bermaksud mendorong spirit produktifitas para
petani serta dunia usaha nilam di Aceh dan pengedalian hulu-hilir hingga
pasar. “Yang terpenting Forum Perlindungan Nilam Aceh sudah terbentuk,
dengan ini kita berharap, salah satunya harga nilam di tingkat petani
tidak dipermainkan,” tekan Wagub.
Selain itu, Nazar menginginkan masyarakat Aceh mau berfikir dan
memiliki mental industrial. Sehingga warga Aceh akan menghargai
produktifitas, kualitas, cita rasa atau taste, pelayanan, kedisiplinan,
kepercayaan dan tanggung jawab dalam kegiatan ekonomi. “Jangan sampai
lahan luas tetapi hasilnya sedikit, kualitas rendah, produksi tidak
berkelanjutan dan akhirnya uang daerah bakal sia-sia,” pungkasnya.
Sumber : Antara,Harian Aceh