Darric Hor, General Manager PT Symantec Indonesia (symantec.com) |
Dunia TI berubah cepat. Tidaklah lagi layak secara ekonomis jika semua
sistem dan aplikasi dipertahankan terisiolasi di dalam pusat data. Agar
dapat bertahan, organisasi harus mampu dengan cepat mendeploy
teknologi-teknologi baru, meningkatkan layanan dan menanggapi ancaman.
Dan karena anggaran menciut saat kebutuhan akan sumberdaya – khususnya storage – meningkat, perusahaan perlu beralih ke virtualisasi dan komputasi awan agar bisa menyediakan layanan-layanan on-demand yang scalable.
Dari 3.700 organisasi di 35 negara yang disurvey oleh Symantec terkait bagaimana mereka menanggapi tekanan tersebut, terungkap bahwa makin banyak usaha yang menggunakan virtualisasi dan teknologi cloud dengan tujuan mengurangi biaya dan meningkatkan kecekatan TI.
“Namun, kendati mereka bergerak ke arah implementasi cloud yang lebih lengkap, tetap ada hambatan,” kata Darric Hor, General Manager, Indonesia & Philippines Symantec di Jakarta, 28 November 2011.
Hambatan tersebut, Darric menyebutkan, perlu diatasi sebelum mereka bisa memetik manfaat penuh dari penghematan biaya dan peningkatan efisiensi yang ditawarkan komputasi awan.
Dari survey juga terungkap beberapa tren saat transisi tersebut berlangsung. Tren tersebut antara lain adalah realisasi virtualisasi yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Organisasi juga memberi tekanan lebih pada aplikasi business-critical.
Dan karena anggaran menciut saat kebutuhan akan sumberdaya – khususnya storage – meningkat, perusahaan perlu beralih ke virtualisasi dan komputasi awan agar bisa menyediakan layanan-layanan on-demand yang scalable.
Dari 3.700 organisasi di 35 negara yang disurvey oleh Symantec terkait bagaimana mereka menanggapi tekanan tersebut, terungkap bahwa makin banyak usaha yang menggunakan virtualisasi dan teknologi cloud dengan tujuan mengurangi biaya dan meningkatkan kecekatan TI.
“Namun, kendati mereka bergerak ke arah implementasi cloud yang lebih lengkap, tetap ada hambatan,” kata Darric Hor, General Manager, Indonesia & Philippines Symantec di Jakarta, 28 November 2011.
Hambatan tersebut, Darric menyebutkan, perlu diatasi sebelum mereka bisa memetik manfaat penuh dari penghematan biaya dan peningkatan efisiensi yang ditawarkan komputasi awan.
Dari survey juga terungkap beberapa tren saat transisi tersebut berlangsung. Tren tersebut antara lain adalah realisasi virtualisasi yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Organisasi juga memberi tekanan lebih pada aplikasi business-critical.
Dari sisi fokus, organisasi tetap membuat layanan sebagai perhatian utama mereka meski para eksekutif bisnis dan TI di organisasi tersebut tidak memiliki pandangan yang sama. Selain itu, banyak pula organisasi yang memanfaatkan para penyedia pihak ketiga untuk mengimplementasikan virtualisasi dan cloud computing di organisasi mereka.
“Jika ditarik kesimpulan, perusahaan saat ini sangat mementingkan untuk membuat keputusan yang tepat saat akan mengimplementasikan virtualisasi dan teknologi cloud computing,” kata Darric. “Mereka menentukan sasaran berdasarkan manfaat yang mereka harapkan dicapai. Sayangnya, pada beberapa kasus, mereka masih berharap terlalu banyak,” ucapnya.
Walaupun ada tantangan-tantangan tersebut, Darrick menyebutkan, bisnis tetap bisa dengan mantap bergerak ke implementasi virtualisasi dan teknologi cloud yang lebih maksimal.
“Jika mereka meneruskan implementasi cloud, lanskap dari TI menjadi lebih efisien dan efektif-biaya, dan perusahaan mulai menyadari manfaat-manfaat yang timbul dengan memiliki sumberdaya yang skalabel, on-demand dalam melayani para kliennya secara lebih baik,” ucap Darrick.