Lima jenis kucing liar yang terdapat di Pulau Sumatera telah terbukti
mendiami daerah antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suaka
Margasatwa Rimbang Baling di provinsi Riau.
Keberadaan lima jenis
kucing liar ini, empat diantaranya dilindungi, diketahui saat satwa
tersebut melintas dan terekam kamera otomatis yang dipasang tim peneliti
WWF-Indonesia.
Lima jenis kucing tersebut adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorata), kucing emas (Catopuma temmincki), dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis).
Lokasi
dimana lima kucing hutan unik tersebut ditemukan adalah daerah yang
dikenal sebagai koridor atau jalur perlintasan satwa, penghubung dua
kawasan konservasi TN Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang
Baling. Daerah yang saat ini terancam oleh degradasi hutan akibat
perambahan dan penebangan hutan alam dalam skala besar.
“Selain
kucing congkok, semua jenis kucing liar tersebut, adalah satwa
dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/ 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa,” kata Karmila Parakkasi,
Koordinator Tim Riset Harimau, WWF Indonesia kepada VIVAnews.com, Selasa 15 November 2011.
Mila
menambahkan bahwa dalam kriteria lembaga konservasi IUCN, keempat jenis
kucing liar tersebut masuk dalam kategori satwa terancam punah (endangered) hingga sangat terancam punah (critically endangered).
”Temuan
lima jenis kucing Sumatera ini membuktikan keunikan dan kekayaan jenis
satwa yang dimiliki lanskap hutan Bukit Tigapuluh dan koridor penghubung
disekitarnya. Temuan ini juga menunjukkan pentingnya upaya serius untuk
segera melindungi kawasan tersebut dari ancaman perambahan dan
penebangan hutan alam dalam skala besar.”
Selama tiga bulan
survei sistematik dengan kamera otomatis yang dilakukan WWF pada tahun
2011 di kawasan itu telah berhasil ditemukan total 404 foto kucing liar,
yang terdiri dari 226 foto harimau Sumatera, 77 foto macan dahan, 70
foto kucing emas, 4 foto kucing batu, dan 27 foto kucing congkok.
Sebelumnya
pada Mei 2011, WWF merilis video induk dan tiga anak harimau Sumatera
yang sedang bermain-main di depan kamera video otomatis di kawasan yang
sama.
”Sayangnya kawasan tersebut mengalami deforestrasi karena pembukaan
hutan alam dalam skala besar oleh perusahaan dan perambahan yang
dilakukan oleh masyarakat untuk kebun sawit,” kata Aditya Bayunanda
Koordinator Program Global Forest Trade Network, WWF Indonesia.