Rabu, 28 Desember 2011

Mengenang Bencana 26 Desember (Tsunami Aceh)

Tepat tujuh tahun lalu, gempa tektonik berkekuatan 8,5 skala richter berpusat di Samudra Hindia (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km atau dari laut berjarak sekitar 149 km selatan Kota Meulaboh) mengguncang bumi. Disertai gelombang pasang (tsunami). Lumpur hitam itu menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Nias), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa, dan Thailand. Ratusan ribu jiwa melayang.

Aceh terparah, Aceh berduka, Aceh terkenal! Orang asing berlomba-lomba datang ke Serambi Mekkah untuk membantu. Program-program mitigasi bencana diluncurkan. Dan sejak 2005, tsunami diperingati setiap 26 Desember. Barbagai ekspresi manusia tumpah.
Ibu-ibu meneteskan air mata sambil membaca Yasin di kuburan massal, mengirim doa untuk keluarganya yang menjadi korban gempa dan tsunami.
Wakil Presiden RI Boediono menghadiri acara doa bersama di kuburan massal Lambaro pada peringatan tahun 2009. Tak ketinggalan, umat Budha melepaskan lentera saat memperingati tsunami di Ulee Lheu pada tahun yang sama.
Pada peringatan setahun kemudian, anak-anak Jepang menulis pesan untuk korban tsunami Aceh di bunga kertas. Kemudian ditanami di halaman Masjid Raya Baiturrahman.
Dan barangkali yang tak disangka, seorang anak korban tsunami kembali ke ayahnya setelah tujuh tahun menghilang. Meri Yulanda, 14, atau Hera Wati, pulang kerumahnya di Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, pada Rabu, 12 Desember 2011.

Seorang ibu meneteskan air matanya saat berdoa untuk keluarganya yamg menjadi korban gempa dan tsunami di kuburan massal Ulee Lheue, 26 Desember 2007.(HARIAN ACEH | RAHMAD KELANA)
Seorang ibu meneteskan air matanya saat berdoa untuk keluarganya yamg menjadi korban gempa dan tsunami di kuburan massal Ulee Lheue, 26 Desember 2007
Doa mengenang keluarga yang menjadi korban gempa dan tsunami di kuburan massal Lambaro, 26 Desember 2008.(HARIAN ACEH | RAHMAD KELANA)
Doa mengenang keluarga yang menjadi korban gempa dan tsunami di kuburan massal Lambaro, 26 Desember 2008.


HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAHMeri Yulanda (14) atau Hera Wati duduk bersama Ayahnya Tarmiyus. Wati pulang kerumahnya di Ujong Baroh, kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat pada Rabu, 12 Desember 2011 setelah hilang saat tsunami pada 26 Desember 2004.
Meri Yulanda (14) atau Hera Wati duduk bersama Ayahnya Tarmiyus. Wati pulang kerumahnya di Ujong Baroh, kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat pada Rabu, 12 Desember 2011 setelah hilang saat tsunami pada 26 Desember 2004.(HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAH)

Wakil Presiden RI Boediono bersama Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Aceh Besar Bukhari Daud melaksanakan doa bersama saat peringatan tsunami tahun 2009 di kuburan massal Lambaro.(HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAH)
Wakil Presiden RI Boediono bersama Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Aceh Besar Bukhari Daud melaksanakan doa bersama saat peringatan tsunami tahun 2009 di kuburan massal Lambaro.(HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAH)

HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAHUmat Budha melepaskan lentera Memperingati Tsunami di Ulee Lhee tahun 2009.
Umat Budha melepaskan lentera Memperingati Tsunami di Ulee Lhee tahun 2009.(HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAH)

Pesan yang ditulis anak Jepang di sebuah kertas untuk korban tsunami Aceh di pasang pada halaman Masjid Raya Baiturrahman pada 25 Desember 2010.(HARIAN ACEH | JUNAIDI HANAFIAH)
Peringatan tujun tahun tsunami di Lhoknga ditandai dengan penanaman 5.000 bunga Shinsai Mirai no Hana di lapangan golf Lhoknga, Aceh Besar, Senin (26/12).Bunga ini berisi pesan-pesan yang ditulis oleh masyarakat Indonesia dan Jepang. Pesan yang ditulis anak Jepang di sebuah kertas untuk korban tsunami Aceh di pasang pada halaman Masjid Raya Baiturrahman pada 25 Desember 2010.

Orang melihat foto-foto tsunami tahun 2004, di kuburan masal Ulee Lheue di kota Banda Aceh. Reuters / Tarmizy Harva


Anak laki-laki menanam bunga kertas yang berisi pesan-pesan yang ditulis oleh masyarakat Indonesia dan Jepang selama upacara untuk memperingati tsunami Samudra Hindia tahun 2004 di Lhok Nga, Aceh (26/12/2011). Reuters / Junaidi    
Seorang anak menanamkan bunga harapan yang dibawa dari Jepang untuk semangat bagi masyarakat Aceh dalam peringatan tujuh tahun Tsunami Aceh, Senin 26 Desember 2011. Peringatan tujuh tahun tsunami Aceh dipusatkan di Lapangan Golf, Lhok Nga, Aceh Besar. Tempo/Adi Warsidi    
Seorang warga berdoa di pemakaman massal Ulee Lheu, Banda Aceh, Senin (26/12), saat peringatan tujuh tahun bencana tsunami Aceh. ANTARA/Irwansyah Putra  
Anak-anak peremuan menanam bunga kertas yang berisi pesan-pesan yang ditulis oleh masyarakat Indonesia dan Jepang selama upacara untuk memperingati tsunami Samudra Hindia 2004 di Lhok Nga, Aceh (26/12/2011). Reuters / Junaidi
Anak-anak dari korban tsunami menaburkan bunga di kuburan masal tsunami Ulee Lheue, Banda Aceh, Jumat (23/12). ANTARA/Ampelsa
Anak-anak berdoa bagi anggota keluarga yang meninggal dalam tsunami tahun 2004, di sekolah asrama mereka di kota Banda Aceh (26/12/2011).Mereka berkumpul di lingkungan masjid dan rumah untuk mengingat korban tewas kerena tsunami yang dipicu oleh gempa bumi bawah laut di Pulau Sumatera tujuh tahun lalu.Reuters/Tarmizy Harva
Tiga anak korban tsunami menata bunga kertas saat peringatan tujuh tahun tsunami di lapangan Golf, Lhoknga, Kab. Aceh Besar, Aceh, Senin (26/12). Ribuan warga Aceh dan termasuk warga Jepang turut berpatisipasi memperingati tujuh tahun tsunami di Aceh dengan tema "Mari Bersatu Membangun Masa Depan Aceh dan Jepang".                                              
Wanita Jepang menata bunga kertas saat peringatan tujuh tahun tsunami di lapangan Golf, Lhoknga, Kab. Aceh Besar, Aceh, Senin (26/12). Ribuan warga Aceh dan termasuk warga Jepang turut berpatisipasi memperingati tujuh tahun tsunami di Aceh dengan tema "Mari Bersatu Membangun Masa Depan Aceh dan Jepang".


Sumber : Berbagai Sumber