Minggu, 11 Maret 2012

Cara China Menyensor Jejaring Sosial


China terkenal ketat dalam menyensor internet. Kini, cara pemerintah China menyensor dan menghapus hak sensitif dalam dunia online pertama kalinya diungkap.

Seperti yang diharapkan, komunis sangat sensitif kepada pihak yang mengkritik negara. Mereka menerapkan 'Great Firewall', sebuah teknologi blokir jaringan yang mencegah orang-orang China browsing internet secara bebas.

Penelitian Amerika Serikat juga menunjukkan mesin sensor Beijing bekerja secara real time, dapat beradaptasi dengan cepat terhadap masalah yang muncul, tergantung pada lokasi, semakin jauh lebih aktif, jika diperlukan, sampai ke daerah pembangkang.

Apakah memang secanggih itu?

David Bamman, ilmuwan komputer dan ahli bahasa Universitas Carnegie Mellon di Pittsburgh, mendapatkan ide pada musim panas lalu saat ia melihat betapa cepatnya rumor palsu tentang kematian mantan Presiden China, Jiang Zemin, yang menghilang dari Sina Weibo, jaringan microblogging terbesar China.

"Saya ke sana untuk memeriksa kembali beberapa dari pesan-pesan dan itu benar-benar mengejutkan, saya menemukan bahwa sekitar 70 persen dari mereka telah dihapus," kata Bamman kepada New Scientist.

Ia bersama dengan koleganya, Noah Smith dan Brendan O'Connor, memutuskan untuk mempelajari mekanisme sensor secara lebih dekat. Timnya mengambil keuntungan dari fakta bahwa Sina Weibo yang menerbitkan sebuah antarmuka yang mendorong pengembang di seluruh dunia untuk merancang aplikasi smartphone yang memungkinkan orang China berbicara dengan orang lain di mana saja, baik untuk membaca dan posting seperti Twitter dengan pesan 140 karakter.

Antar muka tersebut memungkinkan tim Carnegie untuk men-download hampir 57 juta pesan dari Sina Weibo antara 27 Juni dan 30 September. Setelah itu, mereka kemudian meneliti arsip Sina Weibo untuk melihat yang dihapus. "Kami kemudian bisa melihat istilah mana yang kemungkinan besar dihapus," kata Bamman, 9 Maret 2012.

Seperti yang diduga, pesan yang berisi kritik terhadap propaganda negara itu tidak akan ditolerir. Menariknya, ada sensor yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat, misalnya ketika merebaknya rumor palsu bahwa makan garam beryodium, lebih baik daripada pil kalium iodida, yang melindungi orang dari kebocoran radiasi dari pembangkit listrik nuklir, Daiichi Fukushima.

"Apa yang juga menarik adalah bahwa pesan yang Anda harapkan telah dihapus sepanjang waktu -seperti Falun Gong atau pembangkang yang juga artis, Ai Weiwe - tidak dilakukan setiap waktu. Ini sepertinya menunjukkan bahwa tidak ada yang otomatis, penghapusan umumnya tetap terjadi," kata Bamman.
Penghapusan tersebut menunjukkan keterlibatan manusia yang tinggi dan ada pendekatan yang sesuai suasana.

Mekanisme sensor China juga gesit yakni dapat mengalihkan perhatiannya pada permintaan troublespots. "Ini adalah hal yang paling mengejutkan yang kami lihat," kata Bamman.
"Di Tibet, tingkat penghapusan secara keseluruhan 53 persen, sedangkan 12 persen di Beijing, dan 11 persen di Shanghai," sebut penelitian yang akan diterbitkan pada jurnal pada pekan mendatang.

Padraig Reidy, kelompok penekan indeks sensor yang berbasis di London mengatakan penelitian ini memberikan penjelasan baru pada penguasaan informasi China.

"Studi ini menampilkan kenyataan alami sensor politik di China. Sementara itu kami cenderung berpikir sensor partai komunis murni dalam hal dari 'firewall' -yang memblokir konten eksternal. Kita sekarang dapat melihat sifat kuat dan cepat dari sensor internal," katanya.

"Ini menunjukkan sangat dekat, real-time, pemantauan berawak diskusi dan pencarian. Kita tahu bahwa pemerintah China telah mempekerjakan ribuan orang untuk sensor web. Studi ini membuktikan betapa seriusnya proyek itu untuk rezim tersebut," ujarnya