Kamis, 16 Februari 2012

Kontemplasi Tragedi Tsunami di Museum Tsunami Aceh

Museum_Tsunami
APAKAH Anda masih ingat tragedi tsunami yang melanda Aceh? Untuk mengenang tragedi yang menelan korban sekira 250.000 orang dan meluluhlantahkan perekonomian Aceh, didirikanlah Museum Tsunami Aceh.
Museum Tsunami Aceh berlokasi di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh yang buka setiap hari (kecuali Jumat) pukul 10.00-12.00 dan 15.00-17.00. Bangunan bergaya rumah panggung ini cukup unik karena apabila dipandang dari jarak jauh, bentuknya menyerupai kapal laut dengan cerobongnya.
Salah satu tour guide Museum Tsunami Aceh Edward menjelaskan, arsitektur Museum Tsunami Aceh menggabungkan rumah Aceh bertipe panggung dengan konsep escape building hill berupa bukit untuk evakuasi bencana tsunami. Tersemat pula nilai tradisional tari saman, cahaya dari lafaz Allah, serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.
“Di dalamnya, Anda dapat menemukan lorong sempit dengan air terjun yang mengeluarkan suara bergemuruh di kedua sisinya seakan mengingatkan dahsyatnya gelombang tsunami. Museum Tsunami Aceh menampilkan simulasi elektronik gempa bumi Samudra Hindia 2004, foto-foto korban, dan kisah dari korban selamat,” paparnya kepada wartawan saat mengelilingi Museum Tsunami Aceh, NAD, belum lama ini.
Erdward melanjutkan, museum diresmikan pada Februari 2008. Tujuan pembangunannya selain untuk mengenang gempa bumi yang mengakibatkan tsunami pada 2004 juga menjadi pusat pendidikan dan pusat evakuasi jika bencana tsunami kembali melanda.
“Model bangunannya adalah hasil pemenang sayembara, yaitu M Ridwan Kamil (dosen Arsitektur dari Institut Teknologi Bandung) dengan ide bangunan berupa Rumoh Aceh as Escape Hill. Denah bangunan museum ini merupakan analogi dari epicenter gelombang laut tsunami. Unsur tradisional berupa Tari Saman telah diterjemahkan dalam kulit luar bangunan eksteriornya,” terangnya.
Masuk ke Museum Tsunami Aceh berawal ke lorong sempit yang gelap di mana sisi kiri dan kanannya terdapat air bergemuruh, kadang memercik pelan, lalu bergemuruh kencang. Sesaat, suara-suara tersebut akan mengingatkan Anda pada kejadian tsunami pada 26 Januari 2004 di Banda Aceh dan sekitarnya.
Berlanjut ke lantai satu di mana terdapat beberapa ruangan yang berisi rekam jejak kejadian tsunami 2004, di antaranya ruang pamer tsunami, pratsunami, saat tsunami, dan ruang pascatsunami. Beberapa gambar peristiwa tsunami, artefak jejak tsunami, dan diorama ditampikan di lantai ini. Salah satunya, diorama kapal nelayan yang diterjang gelombang tsunami dan diorama kapal PLTD Apung yang terdampar di Punge Blang Cut.

Setelah itu, langsung ke lantai dua yang berisi media-media pembelajaran berupa perpustakaan, ruang alat peraga, ruang 4D (empat dimensi), dan souvenir shop. Beberapa alat peraga yang ditampilkan, antara lain rancangan bangunan yang tahan gempa serta model diagram patahan bumi. Ada beberapa fasilitas terus disempurnakan, seperti ruang lukisan bencana, diorama, pustaka, ruang 4 dimensi, serta kafe.
Eksterior museum mengekspresikan keberagaman budaya Aceh dengan ornamen dekoratif berunsur transparansi seperti anyaman bambu. Tampilan interiornya akan menggiring Anda pada perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Tuhan.
Erdward menuturkan, Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa beberapa lembaga, yaitu Badan Rekontruksi dan Aceh-Nias, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Daerah Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, dan Ikatan Arsitek Indonesia.
“Kunjungan Anda ke Museum Tsunami Aceh tidak akan sia-sia karena bangunan museum ini sarat nilai kearifan lokal dan didesain dengan konsep kapal dan dari luar jauh terlihat seperti cerobong, sehingga unik untuk direkam dalam kamera Anda,” tutupnya.