APAKAH Anda masih ingat tragedi tsunami yang melanda
Aceh? Untuk mengenang tragedi yang menelan korban sekira 250.000 orang
dan meluluhlantahkan perekonomian Aceh, didirikanlah Museum Tsunami
Aceh.
Museum Tsunami Aceh berlokasi di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh yang
buka setiap hari (kecuali Jumat) pukul 10.00-12.00 dan 15.00-17.00.
Bangunan bergaya rumah panggung ini cukup unik karena apabila dipandang
dari jarak jauh, bentuknya menyerupai kapal laut dengan cerobongnya.
Salah satu tour guide Museum Tsunami Aceh Edward
menjelaskan, arsitektur Museum Tsunami Aceh menggabungkan rumah Aceh
bertipe panggung dengan konsep escape building hill berupa bukit untuk
evakuasi bencana tsunami. Tersemat pula nilai tradisional tari saman,
cahaya dari lafaz Allah, serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.
“Di dalamnya, Anda dapat menemukan lorong sempit dengan air terjun
yang mengeluarkan suara bergemuruh di kedua sisinya seakan mengingatkan
dahsyatnya gelombang tsunami. Museum Tsunami Aceh menampilkan simulasi
elektronik gempa bumi Samudra Hindia 2004, foto-foto korban, dan kisah
dari korban selamat,” paparnya kepada wartawan saat mengelilingi Museum
Tsunami Aceh, NAD, belum lama ini.
Erdward melanjutkan, museum diresmikan pada Februari 2008. Tujuan
pembangunannya selain untuk mengenang gempa bumi yang mengakibatkan
tsunami pada 2004 juga menjadi pusat pendidikan dan pusat evakuasi jika
bencana tsunami kembali melanda.
“Model bangunannya adalah hasil pemenang sayembara, yaitu M Ridwan
Kamil (dosen Arsitektur dari Institut Teknologi Bandung) dengan ide
bangunan berupa Rumoh Aceh as Escape Hill. Denah bangunan museum ini
merupakan analogi dari epicenter gelombang laut tsunami. Unsur
tradisional berupa Tari Saman telah diterjemahkan dalam kulit luar
bangunan eksteriornya,” terangnya.
Masuk ke Museum Tsunami Aceh berawal ke lorong sempit yang gelap di
mana sisi kiri dan kanannya terdapat air bergemuruh, kadang memercik
pelan, lalu bergemuruh kencang. Sesaat, suara-suara tersebut akan
mengingatkan Anda pada kejadian tsunami pada 26 Januari 2004 di Banda
Aceh dan sekitarnya.
Berlanjut ke lantai satu di mana terdapat beberapa ruangan yang
berisi rekam jejak kejadian tsunami 2004, di antaranya ruang pamer
tsunami, pratsunami, saat tsunami, dan ruang pascatsunami. Beberapa
gambar peristiwa tsunami, artefak jejak tsunami, dan diorama ditampikan
di lantai ini. Salah satunya, diorama kapal nelayan yang diterjang
gelombang tsunami dan diorama kapal PLTD Apung yang terdampar di Punge
Blang Cut.
Setelah itu, langsung ke lantai dua yang berisi media-media
pembelajaran berupa perpustakaan, ruang alat peraga, ruang 4D (empat
dimensi), dan souvenir shop. Beberapa alat peraga yang ditampilkan,
antara lain rancangan bangunan yang tahan gempa serta model diagram
patahan bumi. Ada beberapa fasilitas terus disempurnakan, seperti ruang
lukisan bencana, diorama, pustaka, ruang 4 dimensi, serta kafe.
Eksterior museum mengekspresikan keberagaman budaya Aceh dengan
ornamen dekoratif berunsur transparansi seperti anyaman bambu. Tampilan
interiornya akan menggiring Anda pada perenungan atas musibah dahsyat
yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas
kekuatan dan kekuasaan Tuhan.
Erdward menuturkan, Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa
beberapa lembaga, yaitu Badan Rekontruksi dan Aceh-Nias, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Daerah Aceh, Pemerintah Kota
Banda Aceh, dan Ikatan Arsitek Indonesia.
“Kunjungan Anda ke Museum Tsunami Aceh tidak akan sia-sia karena
bangunan museum ini sarat nilai kearifan lokal dan didesain dengan
konsep kapal dan dari luar jauh terlihat seperti cerobong, sehingga unik
untuk direkam dalam kamera Anda,” tutupnya.