Tak boleh ada anak punk di Aceh.
Para punker berambut mohawk dicukur paksa, tindikan dicopot. Tak hanya
itu, mereka juga harus menjalani pelatihan militer.
Penertiban anak punk itu bermula dari penertiban konser musik di
Taman Budaya Banda Aceh yang ditengarai tak mengantongi izin, akhir
pekan lalu. Dari situlah terjaring sebanyak 65 anak punk yang berasal
dari Kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Tamiang, Takengon, Sumatera Utara,
Lampung, Palembang, Jambi, Batam, Riau, Sumatera Barat, Jakarta dan Jawa
Barat.
Razia dilakukan Pemerintah Kota Banda Aceh bekerjasama dengan
Kepolisian Aceh. Para punker lalu dibina di Aceh di Sekolah Kepolisian
Negara (SPN) Seulawah. Pembinaan selama 10 hari itu bertujuan untuk
mengubah gaya hidup dan penampilan anak punk yang dinilai bertentangan
dengan norma dan mengganggu penerapan syariat Islam di kota Banda Aceh.
Pembinaan itu mendapat reaksi dari kalangan aktivis sipil di Aceh.
Penangkapan anak punk dinilai cacat hukum dan dianggap over-reaktif.
"Atas dasar apa mereka ditahan dan dibina dengan cara-cara militer, kenapa tidak di panti sosial atau lembaga lain saja. Konstitusi kita menjamin kebebasan berekspresi sejauh tidak melanggar aturan yang ada," kata Koordinator Komisi orang hilang dan tindak kekerasan (Kontras) Aceh, Hendra Fadli, Kamis 15 Desember 2011.
Hendra menyebutkan, jika memang dalam konser itu terdapat beberapa anak punk yang melanggar hukum, maka hanya beberapa saja yang ditahan. Pembinaan dengan dalih syariat sama sekali tak mendasar.
"Atas dasar apa mereka ditahan dan dibina dengan cara-cara militer, kenapa tidak di panti sosial atau lembaga lain saja. Konstitusi kita menjamin kebebasan berekspresi sejauh tidak melanggar aturan yang ada," kata Koordinator Komisi orang hilang dan tindak kekerasan (Kontras) Aceh, Hendra Fadli, Kamis 15 Desember 2011.
Hendra menyebutkan, jika memang dalam konser itu terdapat beberapa anak punk yang melanggar hukum, maka hanya beberapa saja yang ditahan. Pembinaan dengan dalih syariat sama sekali tak mendasar.
"Kalau memang terbukti ada yang melanggar hukum seperti menggunakan narkoba atau melanggar hukum syariat, maka harusnya hanya individunya saja yang ditangkap bukan semuanya," ujarnya.
Kontras bersama lembaga lainnya akan melakukan upaya advokasi terhadap anak punk yang ditangkap itu. Dia juga mendesak Komnas Perlindungan Anak untuk menginvestigasi kasus penangkapan ini.
"Komnas Perlindungan Anak harus menyelidiki apakah ada anak di bawah umur yang ditahan dan dididik dengan cara militer seperti itu. Karena itu melanggar hak anak," katanya.
Sementara itu Wakil Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan, penertiban anak punk itu karena mereka dinilai meresahkan dan mempengaruhi generasi muda di Banda Aceh untuk mengikuti gaya hidup mereka.
“Ini untuk meminimalisasi ajaran sesat dan perilaku yang menyimpang dari norma dan agama. Jika kita biarkan, perilaku mereka akan mempengaruhi generasi muda Aceh,” katanya.
Razia anak punk juga jadi perhatian dunia. Sejumlah media massa internasional, Daily Mail, Washington Post, Strait Times memberitakan kejadian tersebut.