Ada dunia lain di Kebon Jahe, Tanah
Abang, Jakarta Pusat. Tepatnya di Kerkhof Laan atau Tempat Pemakaman
Umum Kebon Jahe Kober. Sekarang resmi dinamakan Museum Taman Prasasti.
Letaknya persis diapit Kantor Walikota Jakarta Pusat di sebelah selatan
dan Gelanggang Remaja Jakarta Pusat di sebelah utaranya. Berbeda dengan
museum lainnya, Museum Taman Prasasti ini menyajikan The Dark Tourism, Wisata Kematian.
Kedengarannya menakutkan, namun
hal ini diyakini malah akan menyedot banyak pengunjung seperti halnya
wisata kuburan di New Orleans, AS, yang karena kepiawaiannya menjual
wisata taman makam kota akhirnya mendapat julukan “The City of The
Dead”. Pemerintah Daerah DKI Jakarta berniat menjadikan tempat ini
sebagai salah satu tujuan wisata, satu paket dengan revitalisasi Kota
Tua yang sekarang sedang dikerjakan.
Tak banyak orang tahu jika
Museum Prasasti yang dulunya dibangun pemerintah Batavia pada 28
September 1795, merupakan salah satu taman pemakaman umum modern tertua
di dunia. Lebih tua dari Fort Canning Park (1926) di Singapura, Gore
Hill Cemetery (1868) di Sidney, La Chaise Cemetery (1803) di Paris,
Mount Auburn Cemetery (1831) di Cambridge-Massachusstes yang mengklaim
sebagai taman makam modern pertama di dunia, atau Arlington National
Cemetery (1864) di Washington DC.
Banyak nama beken dikubur di
sana. Di antaranya Olivia Marianne Raffles (1814), isteri Gubernur
Jenderal Inggris dan juga pendiri Singapura, Sir Thomas Stamford
Raffles; lalu Dr. H. F. Roll (1935), pendiri Sekolah Kedokteran Stovia;
Dr. J. L. A. Brandes (1905), pakar sejahar purbakala Hndu Jawa di
Indonesia; Soe Hoek Gie, aktivis mahasiswa di tahun 1960-an yang
terkenal dengan catatan hariannya; dan juga Mayor Jenderal J. H. R.
Kohler, komandan tentara kolonial Belanda yang ditembak mati oleh sniper
Aceh berusia belia di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Konon, sniper Aceh itu juga ditembak sniper Belanda sesaat setelah
menewaskan Kohler. Mungkin inilah perang antara sniper pertama yang
terjadi dalam sejarah Nusantara.

Jenderal Kohler, panglima
Belanda, yang sedang berada di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman,
Banda Aceh, tiba-tiba rubuh bemandikan darah. Dadanya bolong ditembus
peluru sniper Aceh. Hari itu tanggal 14 April 1873. Kohler adalah
komandan serdadu Belanda yang memimpin penyerangan ke Banda Aceh.
Dalam serangan dua hari yang
sia-sia itu di dalam kota Banda Aceh, Belanda menderita kerugian yang
luar biasa besar. Setelah Indonesia merdeka, tempat ambruknya Jenderal
Kohler di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman itu dibuat sebuah
monumen. Hari ini monumen itu masih tegak berdiri, selamat dari sapuan
tsunami. Salah satu diorama di Museum TNI Satria Mandala Jakarta juga
telah melukiskan peristiwa bersejarah ini. Mayor Jenderal J. H. R.
Kohler dimakamkan di Kerkhof Laan di Batavia.
Kohler Perwira Yahudi-Kabbalah
Sampai sekarang, nisan makam
Kohler masih bisa kita saksikan di Museum Taman Prasasti. Kondisinya
cukup baik walau ada beberapa bagian kecil yang sudah tidak lengkap.
Idak teralu sulit mencarinya. Setelah masuk pintu gerbang utama museum,
kita berjalan ke arah kanan dan akan dengan mudah menemukan prasasti
makam Kohler yang agak tinggi dan besar.
Bagi mata awam mungkin kita akan
terkagum-kagum dengan prasasti makam yang berbentuk kotak dengan tinggi
sekitar dua meteran yang dipahat dengan aneka simbol. Namun bagi mereka
yang sedikit banyak mengetahui makna simbol-simbol yang terdapat di
prasasti makam tersebut, maka simbol-simbol itu bisa berbicara banyak
tentang sosok yang dikubur di dalamnya.
Di atas prasasti Kohler terdapat
simbol Hexagram atau Bintang David di tiap sisinya, di tiap-tiap rusuk
prasasti secara vertkal terdapat obor yang terbalik di mana apinya yang
menyala terletak di bawah, lalu di tiap sisi terdapat simbol-simbol dan
tulisan yang berbeda, di antaranya simbol The Iron Cross atau juga
dikenal sebagai Salib Templar, dan simbol ular melingkar dengan mulut
yang menggigit ujung ekornya, atau dalam dunia simbol disebut sebagai
Ouroboros Symbol (A Snake Bitting is Tail) .
Hanya orang Yahudi yang
dimakamkan dengan Simbol Bintang David di prasastinya. Dengan demikian
jelas, penyerangan Belanda atas Banda Aceh dipimpin oleh seorang perwira
Yahudi-Belanda. Dan tentang simbol Salib Templar, hal ini memperkuat
jika Kohler bukanlah ‘Yahudi biasa” melainkan seorang Yahudi yang
sedikit banyak bersinggungan dengan kelompok-kelompok rahasia Luciferian
seperti halnya Templar, Freemasonry (Vrijmetselarij), Rosikrusian, dan
sebagainya. Apalagi dengan adanya simbol Ular, Ouroboros.

Jika seorang Yahudi Kabbalah
juga menggunakan simbol Ouroboros di makamnya, maka itu kian memperjelas
dan membuktikan jika seorang Mayor Jenderal Kohler bukan seorang Yahudi
biasa. Dengan logika sederhana, kita bisa menarik lebih jauh lagi jika
atasan Kohler tentu lebih istimewa kedudukannya. Dan secara keseluruhan,
hal ini membuktikan jika VOC memang bukan sekadar sebuah maskapai
perdagangan biasa, namun sesungguhnya sebuah ‘perahu besar kelompok
Yahudi Luciferian’.
Selain makam Kohler, terdapat
banyak lagi makam-makam pejabat Belanda dan orang terkenal lainnya di
Museum Taman Prasasti. Jika ada waktu, ada baiknya sesekali berlibur ke
sana menikmati ratusan simbol yang ada.